Terdapat beberapa jenis terapi perilaku yang
banyak digunakan orang, yaitu relaksasi, desensitisasi sistematis, pembiasaan operan,
modeling, pelatihan asersi, pelatihan aversif, dan biofeedback.
Relaksasi
Ada yang berpendapat bahwa relaksasi adalah bukan termasuk
terapi perilaku yang spesifik, karena dalam terapi, latihan relaksasi ini
sering pula digunakan sebagai pengantar. Alasannya sangat jelas, yakni kalau
melakukan kegiatan macam apapun, seandainya dilakukan dalam kondisi dan situasi
yang relaks, maka hasil dan prosesnya akan optimal. Namun, karena menyangkut
metode yang sama dengan terapi perilaku, ialah berupa pengaturan terutama
gerakan motorik, maka akan lebih tepat untuk menempatkan dalam kelompok Terapi
Perilaku.
Tujuannya sudah jelas, bahwa relaksasi merupakan upaya untuk mengendurkan
ketegangan, pertama-tama jasmaniah yang pada akhirnya mengakibatkan mengendurnya
ketegangan jiwa. Caranya dapat bersifat respiratoris, yaitu dengan mengatur
aktivitas bernafas, atau bersifat otot. Pelatihan relaksasi pernafasan,
dilakukan dengan mengatur mekanisme pernafasan, ialah tempo/irama dan
intensitas yang lebih lambat dan dalam. Ketentuan dalam bernafas, khususnya
dengan irama yang tepat, akan menyebabkan otot makin lentur dan dapat menerima
situasi yang merangsang luapan emosi tanpa membuatnya kaku.
Sangat biasa, dan itulah yang banyak dilakukan orang, yakni
dalam bentuk penggabungan relaksasi pernafasan dan otot. Caranya adalah dengan
mengatur nafas yang kemudian ditambah dan dikombinasikan dengan pengaturan
gerakan otot. Jadi,
- Pertama – tama mengatur irama dan kedalaman pernafasan
sampai pada taraf yang paling membuat pasien merasa nyaman.
- Kemudian otot – otot dilatih menegang dan melemas
Kebanyakan pelatih
relaksasi, memulai melemaskan atau menegangkan otot pada bagian tubuh yang
terjauh dari jantung. Alasannya adalah agar kalau terjadi kekejangan pada otot
karena mulai melatih, maka kekejangan itu tidak pada otot jantung atau yang
dekat dengan jantung. Jadi, mulai dari ujung kuku, tungkai kaki, dan
seterusnya, serta jari tangan, tangan lengan dan seterusnya.
Desensitisasi Sistematis
Proses teknik penanganan ini umumnya dilandasi oleh prinsip
kontrakebiasaan belajar (counter conditioning), terutama dalam rangka
menghilangkan kecemasan dan kadang – kadang juga ketakutan. Jenis teknik ini
akan lebih baik kalau obyek yang menyebabkan menjadi tegang atau takut, relative
jelas. Misalnya, takut pada sesuatu benda (phobia) atau takut kalau
harus berpidato di hadapan banyak orang, dengan alasan yang tidak masuk akan,
irasional.
teknik terapi ini didasarkan pada desensitisasi, artinya membuat
lebih tidak sensitifnya ia terhadap sesuatu hal, keadaan, atau pendapat; dan
sistematika, yang berarti memiliki urutan tertentu, secara bertahap. Misalnya,
menangani orang/klien yang takut pada binatang tertentu, misalnya ular. Klien
diminta untuk memperhatikan gambar ular yang kecil yang ditempatkan pada tempat
yang jauh. Kalau klien tidak menunjukkan ketegangan, kecemasan atau ketakutan,
gambar itu dikedepankan secara bertahap. Kemudian, gambarnya diperbesar dan
dilakukan hal yang sama. Selanjutnya, gambar diganti dengan ular kecil yang
tidak berbahaya. Kemudian dengan ular yang besar dan seterusnya.
Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan
pada teknik desensitisasi sistematis ini, yakni
1.
pembuatan program terapi
yang dibangun bersama antara klien dan terapis secara tepat,
2.
menentukan obyek yang menakutkan itu. Kalau takut pada singa
liar yang lapar, itu wajar, bukan fobia. Ukuran fobia atau tidak, akan
tergantung pada pendapat ilmu pengetahuan dan pemahaman umum. Ular sering
disebut sebagai obyek fobia, karena menurut ilmu pengetahuan, ular itu secara
disebut sebagai obyek fobia, karena menurut ilmu pengetahuan, ular itu secara
umum bukanlah binatang buas yang memburu manusia untuk dipatuk. Takut pada
kecoa pada kaum wanita pada umumnya, bisa normal, sehingga tidak dapat disebut
fobia. Tetapi kalau takutnya berlebihan, maka jadi disebut fobia.
Pembiasaan Operan
Landasan pembiasaan operan adalah aplikasi penguatan negative
dan positif (negative and positive reinforcement), respons cost, pembentukan
perilaku dengan ancer-ancer suksesif (Shaping by successive approximations),
dan pembedaan (Discrimination) atau penyamaan (Generalization).
Penguatan atau reinforcement adalah upaya agar
apa yang telah dicapai atau dimiliki dapat dipertahankan atau disebut ditingkatkan
(positif). Bisa jadi juga sebaliknya, yaitu dilemahkan atau disebut extinction,
bila kebiasaan yang telah relasi terapeutik antara terapis dank lien (Ford,
1978). Penguatan negative dilakukan seandainya terdapat tingkah laku yang tidak
diharapkan, misalnya gejala-gejala “tics” atau gagap.
Operan merupakan inisiatif yang dilakukan oleh klien, dalam arti
bahwa ia melakukan pemilihan apa yang sebaliknya dilakukan berdasarkan berbagai
opsi, yang disediakan.
Respons cost, reposisi penguat positif berkaitan dengan perilaku negative
dicontohkan dalam kontrak penanggulangan (Contract Treatment) sering
digunakan sebagai insentif bagi klien untuk berpartisipasi secara penuh dalam
suatu program terapeutik atau pendidikan. Misalnya, partisipan dalam program pendidikan
keterampilan orang tua bisa diminta untuk mengajukan suatu simpanan yang
sebanding dengan bayarannya, yang akan dibayarkan kepadanya jika ia telah
menyelesaikan seluruh intervensinya. Jika, bagaimanapun, klien gagal datang
pada sesi intervensi, suatu bagian dari tabungan akan datang sebagai denda,
sebagai biaya. Jika terdapat banyak keterampilan harus dimiliki klien dalam
proses intervensinya, cara respons cost ini sering efektif.
Misalnya dalam usaha meningkatkan keterampilan sosial.
Pelatihan diskriminasi dan generalisasi terprogram, dicontohkan
oleh pendekatan keperilakuan terhadap manajemen strees dan pendidikan
kesehatan. Klien pertama – tama dilatih untuk membedakan antara
stress/ketegangan dan relaksasi, dalam arti reaksi badan dan perilaku
kognitifnya. Diskriminasi dapat dikuatkan dengan pelaksanaan stressnya selama
seminggu dan relaksasi dalam pelatihan relaksasi otot progresif.
Modeling
Prinsip teori yang melandasi teknik terapi ini adalah teori
mengenai belajar melalui pengamatan (observation learning) atau sering
juga disebut belajar sosial (social learning) dari Walter dan Bandura.pada
prinsipnya, terapis memperlihatkan model yang tepat untuk membuat klien dapat
meniru bagaimana ia seharusnya melakukan upaya menghilangkan perasaan dari
pikiran yang tidak seharusnya dari orang lain yang disebut model itu.
Terhadap dua konsep yang berbeda yang digunakan dalam modeling
ini, yakni antara coping dan mastery model menampilkan
perilaku ideal, contohnya bagaimana menangani ketakutan. Sebaliknya, coping
modelpada dasarnya menampilkan bagaimana ia tidak merasa takut untuk
menghadapi hal yang semula menakutkan.
Pelatihan Asersi
Pelatihan ini makin banyak dikembangkan dan digunakan orang
karena untuk dapat membangun kerjasama dan bergaul dengan orang lain diperlukan
sikap dan kemampuan asertif. Kemampuan asertif ini adalah kemampuan untuk
mengekspresikan apa ada dalam diri seseorang secara mandiri dan tegas serta
memuaskan, rasional, dan juga tanpa mengagrasi maupun mengikuti orang lain.
Saat ini banyak orang yang mengalami kesukaran dalam mengambil inisiatif yang
positif maupun negative, berpendirian, dengan aturan – aturan yang masuk akal,
menolak, permintaan yang tidak masuk akal.
Assertion Training (AT) digunakan untuk menanggulangi gangguan obsesif kompulsif, alkoholisme, penyimpangan seksual, cemas saat berpacaran, perilaku agrasif dan eksplosif, dan kelemahan keterampilan sosial. Secara tipikal, perlaksanaan AT melibatkan teknik – teknik keperilakuan sebagai berikut:
Sharing by successive approximations. Teknik ini mungkin
merupakan metode yang paling fundamental, melibatkan provisi penguatan positif
kepada klien sebagai pembelajaran untuk menampilkan perilaku asertif terus
menerus. Caranya adalah seperti keterampilan desensitasi, dimana dibuat suatu
urutan bertingkat (hirakhi) dari perilaku yang hanya sedikit nilai asertifnya
sampai yang dinilai sangat asertif.
Yang lebih spesifik antara lain adalah: Modelling,
dimana klien mencontoh perilaku asertif yang efektif; kemudian latihan berperilaku
(behavior rehearsal), di mana klien berlatih melakukan tindakan –
tindakan dalam situasi yang tidak mengancam. Selanjutnya juga coaching,
di mana terapis melatih klien untuk melakukan tindakan – tindakan asertif.
Selanjutnya juga pemberian umpan balik (feed back), dimana terapis
menyediakan penguat dan saran – saran ketika klien berada dalam situasi
pelatihan ; dan pemberian instruksi videotape. Dari penelitian – penelitian
disimpulkan bahwa yang paling efektif adalah kombinasi dari teknik-teknik tersebut.
Biofeedback
Teknik ini merupakan teknik yang digunakan
untuk pembiasaan perilaku otomatis
manusia. Paradigma umum penanggulangan biofeedback melibatkan penggunaan
peralatan perekam yang secara terus menerus memantau respons – respons fisik
subyek dan tampilan respons itu kepada subyek. Misalnya peralatan mencatat
detak jantung atau tegangan otot subyek, dan subyek dapat mengamati dan
menerima umpan balik.
Sumber: Pengantar Psikologi
Klinis. Edisi revisi. Prof. Dr. SUTARDJO A. WIRAMIHARDJA, Psi. (Hal. 132
– 136).
No comments:
Post a Comment